Jumat lalu kami berkesempatan mengunjungi Ubud Cottage yang terletak di sebuah lembah dekat sungai Metro, sebuah sungai yang disucikan pada jaman Kerajaan Kanjuruhan. Lokasi ini sangat cocok dengan konsep nuansa Bali yang memang menjadi ciri khas cottage ini dengan kontur tanahnya yang naik turun di lembah sungai. Lokasi kamar-kamar disini terbagi dua , ada yg di bawah dan atas. Pun kolam renangnya menyesuaikan dengan pembagian kamar tersebut. Di beberapa bagian anak tangga tampak sedikit curam. Untuk yang tak terbiasa mungkin dianggap terlalu tinggi jaraknya, namun ini ternyata mengikuti filosofi anak tangga dari Bali dan bukan asal-asalan.
Mengawali acara, peserta perempuan dipersilakan memakai selendang yang diikatkan di pinggang dan bunga kamboja yang diselipkan ke telinga atau jilbab. Adapun peserta laki-laki memakai kain khas Bali dan tutup kepala. Lalu kami belajar cara melipat janur untuk tempat bunga-bungaan seperti kamboja dan mawar, tampak dik Icha yang dengan tekun mengikuti “workshop” singkat ini. Tak lama kemudian, kami pun berkeliling show room ke beberapa spot menarik seperti kamar Executive Suite yang cantik. Dengan ukuran 40 m2 fasilitas yang tersedia di dalamnya memang sangat baik dan bisa dipakai untuk 2 orang. Agak sedikit berbeda dengan Family Suite Room yang dilengkapi dengan ruang makan tersendiri di dalamnya. Ada dua ranjang di dalamnya dan bisa diisi maksimal 4 orang. Di sisi lain penginapan, tersedia kamar khusus “honeymoon” yang sayangnya sedang terisi jadi kami tidak bisa “mengintip” dalamnya 😛
Pemandangan dan suasana disini sangat kental dengan tradisi dan nuansa Bali. Bahkan di beberapa sudut dapat kita temui pohon Kamboja yang memang dipakai dalam adat Bali sehari-hari. Tiang-tiang yang diberi kain kotak-kotak sebagai tanda disucikan. Ukir-ukiran di pintu dan jendela dsb.
Mumpung sedang di Ubud Cottage, jangan sampai tidak mencicipi hidangan khas Bali. Chef Samrodin sudah siap dengan menu-menu andalannya disini. Diawali dengan appetizer berupa Jukut Klenthang yang segar, rasanya mirip-mirip sayur asam agak pedas. Klenthang ini adalah sebutan untuk buah kelor. Cara makannya dengan menggigit dan menyesap klenthang yang teksturnya agak keras tapi lembut di dalam. Lalu ada rujak kuah Bali yang tampilannya seperti asinan. Terdapat pepaya setengah matang, ketela kukus setengah matang, dan bengkuang lalu disiram kuah pedas yang dicampur kepala bakar. menu selanjutnya ada Pleching Kuah Singaraja yang terdiri dari sayaur bayam, kacang panjang, timun , kecambah yang dilengkapi dengan sambal yang disiramkan di atasnya. Ada pula Sate Bali dari daging sapi, and last but not the least : Salak kuah Bali yang akan menetralisir rasa pedas di hidangan sebelumnya. Cita rasa pedas memang lebih mendominasi di hidangan siang itu, tapi bumbu-bumbunya terasa banget.. Top Markotop deh
Pengalaman yang menyenangkan sore itu. Tak perlu jauh-jauh ke Bali untuk merasakan atmosfer etniknya. Di tengah kota Malang juga bisa kok. Ubud Cottage jawabannya 🙂
5 Comments. Leave new
Sayang ya pedes semua itu makanannya huhu
Tapi rasanya maknyuss sih
kapan-kapan kita ke tempat yang makanannya maniiiiiis 😛
Terimakasih sudah membersamai kami yang dari luar kota mbak din 😊, semoga bertemu kembali di Malang ya
sama-sama mas ilham..sampai ketemu lagi yaa 🙂
Wow seru sekali