Apa yang terpikir di kepalamu ketika mendengar kata Kusta? Jujur kalau saya sendiri otomatis teringat cerita di masa kecil yang mengisahkan jika penderita kusta yang mengalami ujung jari-jarinyanya putus atau mrotoli dalam bahasa Jawa. Saat itu kesan saya kusta itu penyakit yang mengerikan. Lalu lama sekali penyakit Kusta atau Lepra ini tidak terdengar dan saya pikir kusta sudah diatasi oleh pemerintah. Namun betapa kagetnya saya ketika mendengar penjelasan di acara Ruang Publik KBR persembahan NLR Indonesia yang menampilkan nara sumber Dr. dr. Flora Ramona Sigit Prakoeswa, Sp.KK, M.Kes, Dipl-STD HIV FINSDV dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) dan R. Wisnu Saputra, S.H., S.I.Kom yang menjabat sebagai Ketua Bidang Organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kab. Bandung, terungkap fakta bahwa ada 17.000 kasus kusta baru di Indonesia. Bahkan Indonesia menempati urutan ketiga di seluruh dunia terkait kasus penderita Kusta baru per tahun.
Apa Itu Kusta?
Secara umum, kusta alias lepra atau penyakit Morbus Hansen adalah infeksi menular kronis yang menyerang sistem saraf, kulit, selaput lendir hidung, dan mata. Penyakit ini adalah penyakit kulit tertua di dunia dan sudah ada sejak 600 tahun sebelum masehi dan menjadi penyakit yang ditakuti di masa itu. Apalagi, kusta bisa mengakibatkan cacat karena terputusnya salah satu anggota gerak seperti jari (mutilasi), borok dan kerusakan lain.
Gejala yang sering dirasakan pada penderita awal kusta adalah sensasi mati rasa di beberapa area kulit yang menampakkan bercak warna lebih muda dari warna kulit asli. Jika gejala-gejala itu diketahui sejak awal dan langsung dikonsultasikan kepada petugas medis maka kusta bisa disembuhkan tuntas. Dokter biasanya akan melakukan terapi obat kombinasi atau multi-drug therapy (MDT). Pengobatan ini umumnya dilakukan dalam waktu enam bulan hingga 1 – 2 tahun tergantung jenis lepra dan keparahannya. Bila terdapat kasus lebih parah maka akan dilakukan pembedahan untuk memperbaiki saraf yang rusak atau bentuk tubuh penderita yang cacat sehingga penderita bisa beraktivitas normal.
Kusta di Masyarakat
Penyakit kusta ini mudah dikenali oleh masyarakat dengan tanda-tanda umum seperti kecacatan pada anggota tubuh, alis yang rontok, muka yang seperti singa dll. Sehingga menimbulkan stigma negatif bagi penderitanya akibat bentuk fisik yang berbeda. Bagi si penderita ini menimbulkan masalah psikologis, mental dan sosial selain fisik tadi. Padahal dengan penanganan tepat, infeksi ini dapat diatasi dan juga tidak bisa menular secara mudah karena memerlukan waktu yang lama untuk inkubasi.
Hal-hal seperti ini merupakan permasalahan kesehatan yang ada di masyarakat karena minimnya info terkait kusta . Maka peran berbagai pihak seperti akademisi, pemerintah, pelaku bisnis, komunitas dan media sangat diperlukan untuk memutus mata rantai penyebaran kusta di Indonesia.
Dr. dr. Flora Ramona menyampaikan dalam acara ini tentang sulitnya mengedukasi masyarakat tanpa dukungan pemuka agama dan pimpinan daerah setempat sekecil ketua dasawisma. Diyakininya bahwa cara menghapus stigma ini adalah dengan konseling, informasi dan edukasi. Belum banyak yang tahu bahwa kusta adalah infeksi menular yang paling tidak menular, maksudnya adalah masa inkubasinya lama sekitar 5-10 tahun dengan kondisi kontak erat yang intens antara penderita dan orang yang ditulari. Jadi tidak berarti ketika berdekatan akan langsung terjangkit kusta. Di kesempatan yang sama, Wisnu Saputra yang merupakan seorang jurnalis menyatakan isu diskriminasi atas penderita kusta adalah salah satu isu krusial karena menyangkut sosial masyarakat. Apalagi dengan minimnya info tentang penyakit ini.
Upaya Edukasi Kusta
Banyak media yang bisa digunakan lalu sesuaikan dengan targer yang akan dituju. Misalkan untuk generasi muda bisa memakai Youtube, IG dan media sosial yang sering dipakai anak muda saat ini. Untuk generasi lama, koran atau TV bisa digunakan untuk edukasi kusta. Pun demikian pemerintah pun bisa mengusahakannya melalui puskesmas, posyandu dan dasawisma yang menyentuh lapisan masyarakat terbawah. Contohnya seperti yang dilakukan Bupati Pasuruan dengan program Surya Mas Jelita untuk penanggulangan kusta di kecamatan Grati, Pasuruan.
Peran kita sebagai masyarakat adalah menyampaikan informasi yang didapat dari acara ini kepada orang lain. Maka inilah salah satu upaya kita membantu agar semakin banyak orang tahu sehingga stigma negatif kepada penderita kusta bisa berakhir. Semoga upaya ini bisa berjalan lancar dan Indonesia bisa bebas kusta dalam beberapa tahun mendatang.